Pada tahun 192 M merupakan
berdirinya Kerajaan Campa dan tertulis dalam catatan China yang merujuk
kerajaan campa sebagai “Lin-yi” . Seperti halnya Funan, Campa ini juga
didirikan oleh bangsa Austronesia/melayu. Pada masa awal perkembangan
Campa adalah sebuah negara agresif yang menyerang dan menggangu wilayah selatan
China. Diantara serangan Campa yang dicatat oleh China adalah pada tahun 248 M
dan 270 M. Pada tahun 270 M, Campa yang dibantu oleh Funan menyerang wilayah K’iu-sou
hingga terjadi suatu perjanjian damai yang disepakati antara kedua-dua pihak
pada tahun 280 M.
Tahun 284 M, Campa telah mengirimkan
utusannya yang pertama ke China dan berdasarkan catatan China, Fan-yi adalah
raja Campa yang mengirim utusan ke China. Kemudian raja selanjutnya digantikan
oleh jenderalnya yang bernama Fan Wen pada 336 Masihi. Di bawah
penguasaan Fan Wen, wilayah Campa telah meluas hingga ke perbatasan Tonkin/dongson
di Je-nan.
Di awal perkembangannya, tidak ada
gambaran apakah Campa menerima pengaruh India ataupun tidak. Namun, pada masa
pemerintahan Fan Fo (nama sanskritnya Bhadrawarman) anak
dari Fan Wen, pengaruh India telah terserap masuk dalam Bangsa
Cam termasuk dalam bidang agama dan kepercayaan. Di katakan Bhadrawarman
merupakan pendiri Candi pertama di Campa di Lembah Mi-son. Candi
ini adalah candi Hindu aliran Siva dan dikenal sebagai Candi
Siva-Bhadreswara sempena nama Fan Fo. Mengacu
pada Inskripsi dari Prasasti Vo-Chanh, yang diyakini sebagi dinasti yang
bercorak India, dimana terdapat seorang yang dikenal sebagai Sri Mara
dan Dinasti ini telah berdiri sekitar abad ke-2 Masehi.
Ibu kota Kerajaan Campa ketika itu
terletak di Tra-kieu. Di sini telah dijumpai tiga inskripsi Prasasti
yang menyatakan tentang hubungan
Campa dan tentang mantera penyembahan kepada dewa pelindung tempatan yang
mereka panggil “raja naga”. Di samping hindu aliran Siva, agama
Budha juga berkembang di Campa berdasarkan sebuah patung Budha abad ke-4 M yang
dibuat dari gangsa yang ditemukan di Dong-duong. Seperti juga di
Funan, ada kemungkinan agama Budha lebih dahulu disebarkan daripada agama
Hindu.
Memasuki abad ke-5 M, kerajaan ini
berkembang dengan pesat. Dalam masa pemerinthan Yang Mah, Campa sekali
lagi telah menyerang wilayah-wilayah selatan China. Pada tahun 420 M, Campa
telah menyerang Tongkin dan meminta kaisar China mengakui kekuasannya. Pada
tahun 431 M, sekali lagi Campa menyerang Tongkin. Serangan-serangan ini telah
menyebabkan Gubernur Tongkin, Tan Ho-tche melancarkan serangan
habis-habisan ke ibu kota Campa yaitu K’iu-sou. Kota itu dapat dikuasai
dan Yang Mah II, raja Campa ketika itu telah terbunuh dalam pertempuran.
Pemerintah berikutnya Fan Chen tch’eng (Dewanika) telah berdamai
dengan China dan mengirim tiga utusan menghadap kaisar China, yaitu pada tahun
456, 458 dan 472 M.
~ Hubungan Campa dengan Funan
Pada tahun 484 M, nampaknya
pemerintahan Campa telah diambil oleh seorang putera pelarian dari Funan yang
dikenali sebagai Fan Tang-ken-tch’ouen(Fan
Tang). Gunawarman yaitu putera Jayawarman
dan kakak Fan Tang, telah meminta bantuan daripada China untuk menundukan Fan
Tang, akan tetapi permintaan itu tidak dikabulkan oleh kaisar China.
Tahun 492 M, telah terjadi perebutan
kekuasaan dalam Istana Campa. Fan Tang telah digulingkan oleh Tchou Nong, yang
masih keturunan Yang Mah. 6 tahun kemudian yaitu pada tahun 498 M, Tchou Nong
dikatakan telah meninggal dilaut dan digantikan oleh Fan Wen-k’ouan,
kemudian Fan Tien-k’ai dan P’i-ts’ouei-pa-mo (Vijayawarman).
Vijayarman ini telah mangkat pada 529 Masihi dan meninggalkan takhta tanpa
pewaris. Rakyat Campa kemudiannya melantik seorang Brahmin/brahmana yang mengawini/menikahi
salah seorang puteri Campa dari keturunan raja-raja yang terdahulu sebagai
pemerintah Campa. Brahmin tersebut dikenali sebagai Rudrawarman.
Rudrawarman telah digantikan dengan
Chambuwarman (Fan Fan-tche), dan beliau telah mengisytiharkan Campa merdeka
dari China semasa Dinasti Tch’en (557 – 589 Masihi) berada dalam keadaan
huru-hara. Pada tahun 605 Masihi, tentera China telah menyerang Campa dan
menawan ibu kotanya Tra-kieu, karena itu Chambuwarman terpaksa menyembah
Maharaja Yang Kien untuk meminta maaf.
Pada tahun 629 M, Chambuwarman telah
membina kembali candi Siva-Bhadreswara yaitu candi pertama Campa telah terbakar
dalam zaman ayahandanya Rudrwarman. Candi baru ini dinamakannya Chambubhadreswara
yaitu sempena namanya. Pemerintahan Cambhuwarman ini diikuti oleh beberapa
orang raja dari Dinasti Brahmin iaitu:
- - Kandarpadharma (Fan T’eou-li)
- Prabhasadharma (Fan Tche-long), beliau mati dibunuh pada 645 Masihi.
- Bhadreswarawarman anak saudara Prabhasadharma
- Seorang raja perempuan yang tidak dikenali namanya
- Prakacadharma, gelarannya Vikrantawarman, naik takhta pada 653 Masihi
- Vikrantawarman II
Semasa pemerintahan Vikrantawarman I
dan II, Campa berada dalam keadaan aman. Beliau menghantar beberapa utusan ke
China pada 653, 657, 669, 670 M; 687 dan 731 Masihi. Dua perwakilan terakhir
itu dikirimkan oleh Vikrantawarman II.
Satu perubahan besar telah berlaku di
Campa sekitar abad ke-8 M. Tumpuan pemerintahannya telah beralih ke Selatan
dengan mengubah ibu kotanya dari Thua-thein ke Quang-nam di utara, selepas itu
pusat pemerintahannya berubah lagi ke Pandu-rangga (Phanrang) di
selatan. Di sini sebuah ibu kota telah berdiri yang dikenal sebagai Wirapura.
Sumber China tidak lagi memanggilnya sebagai Lin-yi tetapi kita
menyebut Campa sebagai Houan-wang.
Di bagian selatan ini walaupun tidak
lagi diganggu oleh China, Campa menghadapi gangguan dari pihak lain pula. Pada
774 Masihi, semasa pemerintahan Satyawarman (Ichwaraloka), Campa telah
diserang oleh Jawa. Serangan ini telah mengakibatkan Candi Po-Nagar dimusnahkan.
Namun serangan Jawa ini dapat dipatahkan oleh Satyawarman dan membangun kembali
Candi Po-Nagar pada tahun 784 Masihi.
Tahun 787 M, sekali lagi Jawa
menyerang Campa. Ketika itu ia diperintah oleh adik Satyawarman yaitu Indrawarman.
Dalam serangan kedua ini pasukan Jawa telah menghancurkan juga sebuah candi
lagi yaitu candi Bhadradhipaticwara berhampiran Wirapura. Serangan ini juga
dapat dipatahkan oleh pihak Campa.
Raja-raja Campa setelah Indrawarman
adalah:
- Hariwarman I (802 – 817 Masihi)
- Vikrantawarman III (817 – 854 Masihi)
Tahun 875 M, sekali lagi Campa
memindahkan pusat pemerintahannya ke Utara yaitu di Indrapura. Orang
China memanggilnya Tchan-tch’eng (Kota Cam atau Campapura). Pengasas
Dinasti Indrapura ini mengakui dirinya dari keturunan raja Campa Selatan (Houan-wang).
Baginda yang bernama Lakshmindra Bhumicwara Gramaswamin telah
menaiki takhta Indrapura dengan gelaran Indrawarman II.
Vikrantawarman III telah
meninggalkan takhta tanpa pewaris dan baginda telah melantik Indrawarman II
sebagai pengganti. Pemerintah baru ini telah memindahkan ibu kota dari Wirapura
ke Indrapura di utara kerana berlakunya perubahan kepercayaan daripada agama
Hindu kepada agama Budha. Pada tahun 875 M, Indrawarman II telah mendirikan sebuah
biara Budha yang besar dan dikenal sebagai Biara Laksmindralokeswara. Dalam
zaman pemerintahan raja berikutnya yaitu dibawah Jaya Simhawarman I, telah
menunjukkan bahwa terjalin hubungan yang erat antara Campa dan Yawadwipa Pura
(Kota Jawa) dan hal itu berlangsung pada akhir abad ke-9 dan awal abad ke-10 M.
Hubungan yang erat ini bisa dilihat melalui kesenian Campa mula dipengaruhi
oleh kesenian Jawa.
Selepas pemerintahan Jaya
Simhawarman II, beliau telah digantikan oleh puteranya Jayacaktiwarman (908
Masihi) dan kemudian oleh Bhadrawarman II (908 – 910 Masihi). Dalam masa
Bhadrawarman II, orang Islam telah ramai di Campa. Berkemungkinan telah
wujud perkampungan orang Islam di Campa semenjak ibu kotanya di Wirapura
lagi. Semasa pemerintahan Bhadrawarman II, beliau telah mengirim utusan
yang diketuai oleh seorang yang beragama Islam yang dikenali sebagai P’ou
Ho-san (Abu Hasan), ini jelas menunjukkan bahwa Islam sedang berkembang
pesat di Campa.
Agama Islam telah ada di Campa sejak
abad ke-7/8 Masihi. Mengikut al-Dimashki, pada abad ke-7 Masihi ramai orang
Arab pendukung Ali (Aliwiyah) telah melarikan diri dari Timur Tengah
akibat tekanan daripada pihak Umaiyah. Mereka telah menetap di sekitar Phanrang
(Pandu-rangga). Oleh karena itu, Islam di Campa pada masa awal ini adalah Islam
Syiah. Bukti-bukti yang ditinggalkan oleh mereka ini merupakan sebuah prasasti(batu
bersurat) yang bertarikh 1035 M dan sebuah nisan yang bertarikh 1039 M.
Pada masa pemerintahan Dinasti Song
di China, raja-raja Campa seperti Jaya Indrawarman I dan Parameswarawarman
begitu taat setia dan patuh kepada Kerajaan China. Antara tahun 960 – 979 M,
sebanyak 12 utusan telah dikirimkan menghadap Kaisar China.
Semasa pemerintahan Parameswarawarman,
telah terjadi pergeseran antara Campa dengan Kerajaan Dai Viet (Vietnam
Utara). Pada tahun 982 M, pemerintah Dai Viet, Le Hoan telah menyerang
Campa dan membunuh Parameswarawarman serta menguasai ibu kotanya, Indrapura.
Penggantinya yaitu Indrawarman IV berusaha untuk mendapatkan bantuan dari
China pada tahun 985 M tetapi gagal.
Setelah kemangkatan Indrawarman IV,
takhta telah dirampas oleh seorang bangsa Vietnam yang bernama Luu Ki-tong dan
melengserkannya sebagai Raja Campa pada 986 M. Tindakan orang Vietnam ini telah
menimbulkan marah seluruh rakyat, akan tetapi mereka tidak sanggup melawan
orang/pasukan Vietnam yang sangat kuat dan banyak. Oleh kerana itu banyak
rakyat Campa berpindah/mengungsi ke Hainan dan Canton di tenggara
China. Perpindahan ini berlangsung dalam masa tiga tahun yaitu pada tahun 986,
987 dan 988 M. Perpindahan/pengungsian ini dipimpin oleh rakyat Campa yang
beragama Islam. Perpindahan tahun 986 M dipimpin oleh Pu Lo E, kelompok
migran 987 M dipimpin pula oleh Li Nian Bing dan kelompok mingran 988 M
juga diketuai oleh Hu Xuan.
Perkataan Hu Xuan dikenal
sebagai nama Islam yaitu Husain, manakala perkataan Pu telah
diterima umum sebagai ganti perkataan Arab yang bermaksud Abu. Berkemungkinan
besar, pelarian-pelarian Campa ini adalah orang Cam Islam yang mungkin dipaksa
oleh Luu Ki-tong mengganti agama mereka menyebabkan mereka meninggalkan Campa.
Setelah Luu Ki Tong meninggal pada
988 Masihi, orang Cam telah bangkit memberontak di bawah pimpinan seorang yang
dikenali sebagai Hariwarman II dan beliau telah dirajakan di Wijayapura.
Tidak lama kemudian baginda telah memindahkan pusat pemerintahan ke Indrapura.
Semasa pemerintahan Hariwarman II ini, Campa sering diancam oleh pihak Vietnam.
Oleh karena itu pada masa pemerintah berikutnya yang hanya dikenal sebagai Yang
Pu Ku Wijaya Sri, pusat pemerintahannya kembali ke Wijayapura di selatan.
Yang Pu Ku Wijaya Sri ini telah
digantikan oleh seorang yang dikenal sebagai Hariwarman III pada tahun
1009 M. Baginda hanya sempat memerintah selama 10 tahun. Dalam masa
pemerintahan penggantinya yang dikenali sebagai Parameswarawarman II sekali
lagi orang Campa dikalahkan oleh pihak Vietnam pada 1026 M. Pada tahun 1044 M
tentera Dai Viet sekali lagi menyerang Campa dan kali ini memusnahkan ibu
kotanya, Wijayapura. Pemerintah Campa pada waktu itu, Jaya Simhawarman II telah
dihukum pancung.
Penggantinya adalah seorang daripada
panglima Campa yang dikenali sebagai Jaya Parameswarawarman I. Salah satu
prasasti yang ditinggalkannnya menyatakan bahwa baginda tidak diterima oleh
penduduk Pandurangga (Phan-rang) sebagai raja mereka. Hal ini berlaku kerana
penduduk Pandurangga ketika itu sudah beragama Islam dan mereka menolak seorang
Raja yang beragama Hindu. Berawal dari penolakan ini Jaya Parameswarawarman I
telah menyerang penduduk Pandurangga yang beragama Islam dan menawan mereka
pada tahun 1050 Masihi. Sebagai simbol kemenangan ini, Jaya Parameswarawarman
telah mendirikan sebuah lingga di atas bukit Po Klaung Garai yang
berhampiran dan menegakkan tugu kemenangan. Baginda juga telah menjalinkan
perhubungan berbaik-baik dengan pihak Dai Viet dan China. Campa telah
mengirimkan utusan ke China pada tahun 1050, 1053 dan 1056 Masihi.
Peperangan antara Campa dengan Dai
Viet sekali lagi tercetus pada 1068 Masihi ketika pemerintahan Rudrawarman
III yang naik takhta Campa pada 1061 M. Kali ini Rudrawarman yang menyerang
kedudukan Dai Viet di utara namun serangan ini berhasil dipatahkan. Pihak Dai
Viet telah membalas serangan tersebut dengan Rajanya, Li Thanh-ton telah
dapat merangsek masuk ke dalam Kota Wijaya dan membakar semua rumah yang
dibangunkan di dalam dan di luar tembok Kota itu. Raja Rudrawarman telah
ditawan dan di bawa ke Tongkin tetapi kemudian dibebaskan pada tahun 1069
Masihi setelah menyerahkan tiga wilayah Campa di utara kepada pihak Dai Viet
sebagai bayaran untuk menebus pembebasan dirinya. Walaupun bebas, baginda gagal
menduduki kembali takhtanya.
Pada tahun 1074 M, seorang yang
bernama Dewatamurti (Thang) telah naik takhta Campa dengan gelaran Hariwarman
IV. Beliau telah berhasil menghalau orang Vietnam dari Campa tetapi kemudiannya
mengaku tunduk dan membayar upeti kepada Dai Viet. Beliau juga telah dapat
mengalahkan serangan-serangan dari Kamboja pada tahu 1074 dan 1080 M.
Hariwarman IV telah berusaha memulihkan kembali kejayaan Campa seperti
sebelumnya. Beliau hanya memerintah beberapa tahun saja sebelum turun takhta
untuk mengabdikan diri kepada tuhan dengan bertapa dan wafat pada tahun 1081 M.
Sekitar 1081 – 1086 M, Campa berada
dalam keadaan huru-hara kerana perebutan takhta antara Jaya Indrawarman II anak
Hariwarman IV dengan bapak saudaranya, Putera Pang. Akhirnya Jayaindrawarman II
telah dapat mengatasi bapak saudaranya itu. Di bawah pemerintahannya, Campa
aman dengan hubungan antara Dai Viet dan China telah dapat dipulihkan.
Pada tahun 1145 M, pihak Khmer telah
menyerang Campa dan menawan sebagian besar negara itu termasuk ibu kotanya.
Pemerintah yang baru naik pada masa itu, Rudrawarman IV terpaksa
berpindah lebih jauh ke selatan. Baginda kemudian telah dapat mengalahkan
tentera Khmer yang datang dan meyerang wilayah Wijayapura. Kemudian baginda
digantikan oleh Jaya Hariwarman I. Raja ini telah berhasil mematahkan
serangan-serangan orang/pasukan Vietnam dan Khmer ke Champa dan menyatukan
kembali wilayah yang telah berpecah-pecah akibat serangan dari luar tersebut.
Di katakan bahwa di istana raja ini
terdapat seorang pegawai bernama Jaya Indrawarman berasal dari Gramapura yang
ahli dalam berbagai bidang termasuk kepandaian bermain senjata, sastra,
falsafah dan nujum. Dia juga banyak membangun Candi di Mi-son yang
merupakan sebuah kawasan di mana terdapatnya beberapa kompleks candi yang
dibangun oleh raja-raja dan pembesar Campa.
Pada tahun 1167 M, Jaya
Indrawarman berhasil merampas kekuasaan dari putera Jaya Hariwarman I.
Di bawah Jaya Indrawarman, Campa kembali kuat. Ia berjaya menyerang Kamboja dan
merampas kekayaan Angkor (Chen la) pada tahun 1177 M. Kerusakkan Angkor ini
telah menimbulkan kebencian yang berkepanjangan oleh pihak Kamboja. Oleh kerana
itu, sekitar 1190 M, pemerintah Kamboja yaitu Jayawarman III telah meminta
bantuan seorang putera Campa yaitu Vidyanandana yang bermukim
dinegaranya untuk menyerang Campa. Kerjasama ini telah berhasil dan
Vidyanandana telah berhasil menangkap Jaya Indrawarman dan di bawa ke Kamboja.
Kekosongan takhta itu telah diisi
dengan seorang kerabat raja yang bergelar Suryajayawarmandewa. Manakala
Vidyanandana juga telah mengembangkan kerajaan di Pandurangga dengan gelar Suryawarmandewa.
Dengan ini, Campa telah terbagi dua. Tidak lama kemudian Suryawarmandewa
(Vidyanandana) telah dapat menyatukan seluruh Campa dan melepaskan diri dari Kamboja.
Peperangan dan perseteruan antara
orang Cam dan Khmer ini akhirnya berakhir setelah Jaya Parameswarawarman II
menaiki takhta. Ketika itu, orang Khmer sibuk untuk menangkis serangan-serangan
musuhnya dari barat yaitu Siam dan kelompok-kelompok yang sering menganggu
wilayahnya. Oleh karena itu Jaya Parameswarawarman II mempunyai masa aman yang
lama. Baginda dikatakan meluangkan masa pemerintahannya untuk memperbaiki sistem
parit dan saluran air serta bangunan-bangunan yang rusak akibat yang begitu
lama. Mengikut satu prasasti, semua lingga di selatan telah didirikannya
kembali. Baginda juga telah membaiki candi-candi yang terdapat di komplek
Mi-son di utara. Namun di akhir pemerintahannya, perseteruan dengan Dai Viet
telah timbul kembali akibat tuntutannya atas tiga wilayah yang diserahkan oleh
Rudrawarman II pada tahun 1069 Masihi sebagai penebus dirinya. Dai Viet telah
menyerang Campa kerana tuntutan tersebut pada tahun 1252 M. Orang Vietnam telah
berhasil menewaskan tentera Campa dan merampas banyak harta benda serta
menawan banyak pegawai dan kerabat kerajaan Campa. Raja Jaya Parameswarawarman
diyakini telah terbunuh dalam peperangan itu.
~ Serangan Mongol
Pada tahun 1283 – 1285 M, Kublai
Khan dari Mongol telah mengutus tentaranya untuk menundukkan negara-negara
di Indo-China. Walaupun banyak keberhasilan telah diperoleh, namun akhirnya
tentara Monggol ini telah dikalahkan dengan telak oleh pihak Vietnam dan
Campa. Sogatou pemimpin tentera Monggol yang ditugaskan menawan Campa
telah dibunuh dan dipenggal kepalanya saat mendarat di Campa. Setelah kekalahan
tentera Monggol ini, Indrawarman V yang memerintah Campa pada masa itu
telah mengirim utusan mengadap Kublai Khan. Utusan itu tiba di China pada 6
Oktober 1285 M serentak dengan utusan dari Kamboja. Dengan itu, orang Champa
dan Kemboja tidak lagi diganggu oleh orang Monggol.
Namun dalam hal ini, cerita tersebut
berlainan dengan fakta sejarah berdasar catatan Marco Polo yang sempat singgah
di Campa itu pada tahun 1285 M, dimana beliau mengatakan Sogatou tidak mati di
Campa. Dia dikatakan telah memimpin tentera Monggol menyerang/memusnahkan
negara itu sehingga rajanya (Indrawarman V) terpaksa mengirimkan utusan untuk mengakui
kekalahan dan tunduk kepada Kublai Khan. Marco Polo juga mencatat bahwa raja
dan rakyat negeri itu masih kafir dan negeri itu banyak menghasilkan gajah,
kayu gaharu dan kayu eboni.
Setelah wafat pada tahun 1285 M, Indrawarman
V digantikan oleh puteranya yang bergelar Jaya Simhawarman III. Sekitar
1292 M, Kublai Khan mengirim angkatan perangnya untuk menyerang Jawa.
Simhawarman ini telah berhasil menghalangi tentera itu dari mendarat di Campa.
Dalam usahanya untuk bekerjasama dengan jawa(Singasari), Simharwarman III telah
mengawini Puteri Tapasi, puteri Jawa(putri raja Kartanegara- Singasari)
dan kemudian kawin juga dengan puteri Vietnam yaitu Puteri Huyen Tran yang
bergelar Parameswari pada tahun 1306 M. Simhawarman wafat pada tahun 1307 M.
Pada tahun 1312 M, Maharaja Tran
Anh-ton dari Dai Viet telah menyerang Campa dan menawan raja Jaya
Simhawarman IV. Baginda telah ditawan dan meninggal di Tongkin pada 1313 M.
Selepas itu Maharaja Dai Viet dianggap sebagai Maharaja Penaung Campa.
Pengganti Jayasimhawarman hanya dianggap sebagai pemerintah bahawahan oleh Dai
Viet. Pada 1314 M, orang Campa yang dipimpin oleh Che Nang telah bangkit
memberontak dan mencoba memerdekakan Campa. Akan tetapi pada tahun 1318 M,
beliau telah dikalahkan dan terpaksa lari berlindung di Jawa.
Dengan bantuan orang/pasukan Monggol
di Yunnan, seorang Panglima Campa yang dikenal sebagai Che A-nan telah
berhasil memerdekakan/membebaskan Campa. Dalam masa pemerintahan baginda,
seorang Biarawan/pendeta Kristian dari fahaman Fransiskan Katolik Roma
yang bernama Odoric de Pordenone telah melawan/mengecam Campa. Beliau
mencatat bahwa penduduk dan raja Campa yang beragama Hindu dan mempunyai adat
sati yang di amalkan di sana. Adat Sati adalah merupakan amalan Hindu yang mana
isteri si-mati akan dibakar hidup-hidup bersama-sama mayat suami yang meninggal
terlebih dahulu. Che A-nan telah meninggal dunia pada tahun 1324 Masihi
dan digantikan oleh menantunya Tra-hao Bo-de yang merampas kekuasaan
dari putera mahkota, Che Mo. Dalam pemerintahannya inilah Ibnu Battuta telah
mengunjungi Campa dan beliau mencatat Campa sebagai Tawalisi.
Semasa zaman pemerintahan Che
Bong Nga, Campa bangkit kembali dan menurut sejarahwan, Coedes menyatakan
kebangkitan Campa ini ibarat “sinar penghabisan matahari terbenam”
kerana selepas ini Campa terus meredup dan akhirnya hilang dari sejarah.
Pemerintahan Che Bong Nga ini
bermula sekitar 1360 M. Baginda telah berhasil mengadakan hubungan baik dengan kaisar
Ming yang pertama yaitu Ming Tsai-tsu yang telah mengakuinya sebagai pemerintah
Campa pada 1369 M. Seterusnya, Che Bong Nga telah melancarkan kampanye untuk
merebut kembali wilayah orang Campa. Dari tahun 1361 – 1390 M, Campa melancarkan
serangan demi serangan ke kerajaan Dai Viet:
- 1368 tentera Campa telah dapat mengalahkan tentera Vietnam di satu tempat bernama Gua Cam dan merampas harta benda di pelabuhan Da Li.
- 1371 tentera Campa telah menyerang Tongkin dan merampas harta benda Hanoi.
- 1377 tentera Vietnam dikalahkan berhampiran Wijayapura dan pada tahun juga pemerintah Dai Viet, Raja Tran Due-ton meninggal dunia. Sekali lagi tentera Cam menyerang Tongkin dan merampas harta benda Hanoi.
- 1384 Tongkin sekali lagi diserang melalui jalan darat.
- 1389, serangan ke atas Tongkin dan tentera Campa menyerang sampai ke daerah Hung-yen di bagian utara wilayah itu.
Pada bulan Februari 1390, nasib
malang telah menimpa Che Bong Nga akibat pengkhianatan pegawainya yang
menyebabkan perahunya telah dikepung oleh orang Vietnam dan bagida telah
dibunuh. Kematian baginda telah menyebabkan tentara Campa terpaksa mundur ke
Tongkin.
Setelah kembali ke Campa, salah
seorang jenderalnya telah merebut kekuasaan dan menyingkirkan putera Che Bong
Nga. Jenderal ini dikenali sebagai Jaya Simhawarman atau Lai Khai oleh
Vietnam telah menyerahkan wilayah utara Campa yang ditawan kembali oleh Che
Bong Nga kepada kerajaan Dai Viet. Pada tahun 1400 Masihi, beliau telah
digantikan oleh puteranya, Ngauk Klaung Vijaya dan pada tahun 1432, dan
bergelar sebagai Indrawarman VI.
Pada tahun 1402, Ngauk Klaung Vijaya
telah menyerahkan wilayah Indrapura kepada Dai Viet untuk mengelakkan
peperangan. Dengan ini, tanah suci orang Cam, di mana terletaknya kompleks
candi Mi-son telah jatuh ke tangan orang asing. Akan tetapi pada 1407 M,
mengambil kesempatan kekalahan Dai Viet di tangan China, Campa telah merampas
kembali tanah suci mereka itu. Selepas itu, Ngauk Klaung Vijaya telah menyerang
Kamboja dan membebaskan wilayah-wilayahnya yang dikuasai oleh kerajaan itu. Selepas
pemerintahan Ngauk Klaung Vijaya atau Indrawarman ini yang berakhir pada 1411,
Campa mulai mengalami kemunduran.
~Perkembangan Islam di Campa
Pada tahun 1413 M,
seorang jendral China muslim Bong Tak Keng ditempatkan di Campa oleh Laksamana
Cheng Ho, dan menikahi putri Ngauk Klaung Vijaya(Indrawarman). Atas dukungan
dan restu kaisar Ming China, Jendral Bong Tak Keng menjadi raja Kauthara
(merangkap jabatan) yang merupakan salah satu dari 5 wilayah penting di Campa. Raja
Kauthara(Jendral Bong Tak Keng) memiliki 3 orang anak, yang pertama Candravati
(Bong Fei Xin), yang kedua Amaravati(Bong Fei Er) dan yang terakhir laki-laki
bernama Chingkara (Bong Cing La).
Putri Candravati(Bong
Fei Xin) menikah dengan Ma Hong Fu(Maulana Malik Ibrahim) anak dari
Gubernur/Raja Yunnan, sedangkan putri
Amaravati (Bong Fei Er) menikah dengan Kertawijaya, adik dari Ratu Suhita yang
kelak menjadi raja Majapahit meneruskan Ratu Suhita, adapun Chingkara (Bong
Cing La) adalah ayah dari Bong Swi Ho yang lebih dikenal di pulau jawa dengan
sebutan Sunan Ampel atau Raden Rahmat.
Pada masa pemerintahan
Bong Tak Keng, Islam mengalami perkembangan yang sangat pesat di wilayah Campa
khususnya Kauthara, banyak orang-orang muslim Yunnan (Hui) tinggal dan menetap
di wilayah Campa (sebagai pedagang/pelaut), dan mempunyai hubungan yang sangat
erat dengan pemerintahan China di Yunnan yang mayoritas beragama Islam yang
masih satu kawasan tersebut. Yunnan menggunakan Campa sebagai pelabuhan
lautnya(termasuk Tongkin) dalam sistem perdagangan laut.
Pada tahun 1446, ibu kota Campa,
Wijayapura telah diduduki untuk pertama kali oleh pihak Vietnam. Tetapi
kemudiannya dapat direbut kembali. Akhirnya pada 1471, Wijayapura sekali lagi
diduduki oleh Vietnam dan pendudukan kali ini telah menghancukan seluruh
kerajaan Campa. Sebanyak 60.000 orang Campa yang mayoritas muslim(keturunan
Hui) telah terbunuh dan kira-kira 30.000 orang termasuk rajanya telah ditawan
oleh pihak Vietnam. Sebagian masyarakat Cam (keturunan Hui) yang lain terutama
yang beragam Islam telah melarikan diri ke Kamboja, Tanah Melayu terutama ke
Melaka dan ke Jawa.
Selepas itu, keadaan Campa mulai
aman, barulah muncul satu pemerintahan baru, jauh di bagian selatan. Kerajaan
ini kemudiannya telah dapat dikuasai oleh orang Islam pada sekitar separuh
kedua abad ke-17 M.