Tai-Tzu-Nan(Pangeran) Jie Win Tang (Sultan Hadlirin), Penguasa Jie Pura (Jepara)


Tai Tzu Nan(Pangeran) Jie Win Tang (Cie Bin Thang) adalah Raja/Dhatu terakhir penguasa Jie Pura(Jepara) trah Jie Sen Dang, Jie Lang, Ji Hawang, Jie Ling, Jie Wanala, Jie Timur,  dan pewaris sah wilayah Kerajaan Jie Pura(Jepara), beliau diberi gelar kerajaan "Sultan Hadlirin" dan gelar kebangsawanan "Raden Toyib" oleh Raja Demak (Sultan Trenggana) setelah menikahi anaknya yaitu Putri Retna Kencana yg kelak dikenal sebagai Rai-Tzu(Ratu) Retna Kencana (Ratu Kalinyamat) untuk memperkuat persekutuan antara Demak dan Jepara, selain itu Dewan Walisongo juga memberikan gelar kehormatan "Sunan Hadirin" kepada Tai-Tzu-Nan(Pangeran) Jie Win Tang

Putri Retna Kencana diboyong dan menjadi permaisuri dan diberikan gelar Rai-Tzu(Ratu) di Kerajaan Jie Pura(Jepara) yang pusat pemerintahannya ada di kota Kalinyamat, karena itulah Tai-Tzu-Nan(Pangeran) Jie Win Tang dan Rai-Tzu(Ratu) Retna Kencana dikenal sebagai Raja dan Ratu Kalinyamat yang melegenda dalam cerita masyarakat Jepara.

~ Kedatangan ke Jawa
Terdapat berbagai versi tentang asal-usul Jie Win Tang.
Berdasarkan legenda turun temurun masyarakat Jepara, masyarakat Jepara menyebut nama aslinya adalah Win-tang (Cie/Jie Win Thang), seorang pemimpin/saudagar dari Tiongkok yang mengalami kecelakaan di laut. Ia terdampar di pantai Jepara, dan kemudian menetap di Jepara dan berguru pada Sunan Kudus.

Versi lain mengatakan, konon Win-tang berasal dari Aceh. Nama aslinya adalah Pangeran Toyib, putera Sultan Mughayat Syah raja Kesultanan Aceh (1514-1528). tetapi hal ini kurang bisa dipertanggungjawabkan karena tidak adanya manuskrip yang bisa mendukung hal tersebut.

Berdasarkan versi babad/kropak kanung rahtawun, diceritakan bahwa Jie Win Tang (Tjie/Cie Bin Thang) adalah anak raja Jie Pura(Jepara) , dan pamannya (Jie Hwio Gwan) menjadi penasehat/patih/pendamping untuk membimbing Jie Win Tang saat menjadi raja di Jie Pura(Jepara).
Jie Win Tang kecil sangat menyukai lautan dan perdagangan dan tidak menyukai politik, saat menginjak dewasa, Jie Win Tang pergi belajar dan berdagang ke Tiongkok, selain itu Raja Jepara yang merupakan ayahnya menunjuknya sebagai kapiten dagang di Cang-an Tiongkok, selain itu Raja Jepara menunjuk adiknya Jie Hwio Gwan untuk mendampingi dan membantu Tugas-tugas Jie Win Tang di Tiongkok, saat Raja Jepara meninggal, Jie Wintang dan pamannya (yang sudah dianggap sebagai ayah angkatnya) Jie Hwio Gwan akhirnya kembali ke Jepara dan melanjutkan memerintah Jepara dengan gelar raja/datu "Tai Tzu Nan" Jie Win Tang, oleh orang jawa kata Tai Tzu Nan di singkat dengan kata Susunan/Sunan, karena itulah beliau di juluki sebagai Sunan Hadirin, sedangkan "Hadirin" artinya hadir, maksudnya adalah hadir/muncul setelah meninggalnya raja jepara ayahandanya.

Pangeran dan Ratu Kalinyamat memerintah bersama di Kerajaan Jie Pura(Jepara). Jie Hwio Gwan, sang paman sekaligus ayah angkat, dijadikan patih bergelar Sungging(Sungkiang) Badar Duwung, yang juga mengajarkan Seni Ukir pada penduduk Jepara.

~ Wilayah
Wilayah kekuasaan Kerajaan Jie Pura(Jepara/Kalinyamat) meliputi seluruh pulau Muria (Jepara, Kudus, Pati). Jie Win Tang memimpin Kerajaan Jie Pura (Jepara/Kalinyamat) sampai tahun 1549.

~ Kematian
Pada tahun 1549 Arya Penangsang(Jipang kang=adipati Jipang) dengan dukungan gurunya, yaitu Sunan Kudus, membalas kematian Raden Kikin dengan mengirim utusan bernama Rangkud untuk membunuh Sultan Muk Ming(Sunan Prawoto) dengan Keris Kyai Setan Kober. Rangkud sendiri tewas pula, saling bunuh dengan korbannya itu. Ratu Kalinyamat, adik Sultan Muk Ming(Sunan Prawoto), menemukan bukti kalau Sunan Kudus terlibat pembunuhan kakaknya. Ia datang ke Kudus meminta pertanggungjawaban. Namun jawaban Sunan Kudus bahwa Sultan Muk Ming(Sunan Prawoto) mati karena karma, sehingga membuat Ratu Kalinyamat kecewa. Ratu Kalinyamat bersama suaminya pulang ke Jepara. Di tengah jalan mereka diserbu anak buah Arya Penangsang. Ratu Kalinyamat berhasil lolos, sedangkan suaminya , yang bernama Pangeran Jie Win Tang (Sultan Hadlirin), terbunuh.


~ Akhir
Dengan berakhir(meninggal)nya Tai-Tzu-Nan(Raja/Pangeran) Jie Win Tang dan Rai-Tzu(Ratu) Retna Kencana, penerus dinasti "Jie" Jepara pun berakhir, tetapi jasa2 dan kepahlawannya yg gagah berani penguasa lautan dan perdagangan sangat diakui dan disegani oleh negara2 manca bahkan negara-negara barat seperti Portugis.

Referensi:
- Kronik/Kropak Kanung Rahtawun
- Legenda masyarakat Jepara

Read more »

Prasasti Kuno Panjer Kebumen Berhuruf China Kuno


Prasasti Panjer ini berhuruf dan berbahasa China kuno serta berbahan batu Andesit, ditemukan pada tanggal 16 Januari 2014 di Panjer Kebumen. Prasasti Panjer Kebumen merupakan Prasasti yang cukup langka di jawa yang menggunakan aksara China kuno selain Prasasti Kwasen Jepara (Kerajaan Kalingga/Jiepara), diperkirakan prasati ini dibuat pada masa pemerintahan Raja Sanjaya, dengan adanya kedua prasasti beraksara China kuno semakin membuktikan budaya kuno jawa adalah budaya yang berasal dari china/tiongkok(tiongkok selatan) sebelum masuknya budaya India(Hindu-Budha).

Penemuan prasasti berhuruf Cina pada tanggal 16 Januari 2014 di kawasan ini menambah kuat bukti betapa pentingnya Kebumen di masa kerajaan Medang Mataram  sebagai sebuah daerah yang ramai di wilayah Barat yang telah dikenal sejak Medang Mataram dan berakhir pada awal berdirinya kerajaan Demak. Mulai masa itulah ibukota kerajaan tersebut berubah menjadi ibukota kadipaten Panjer hingga tahun 1832.

Temuan prasasti berhuruf Cina berbahan batu Andesit di Panjer semakin menguak misteri sejarah betapa pentingnya Kebumen di masa lalu yang dikenal dengan nama Panjer dengan ibukota yang dibumihanguskan Belanda pada tahun 1832 dan disulap menjadi NV. Oliefabrieken Insulinde Keboemen tahun 1851. Pabrik ini diswastakan oleh pemerintah Belanda pada tahun 1915 dan diubah nama Mexolie. Pada masa Nasionalisasi perusahaan Belanda di Indonesia tahun 1958 Mexolie diubah menjadi Nabatiyasa dan masuk dalam pengelolaan Bappit Pusat. Semenjak dilimpahkan kepada Provinsi Jawa Tengah pada awal 1980 an Pabrik Minyak kelapa terbesar di Indonesia ini pun berubah menjadi Sari Nabati hingga kebangkrutannya di tahun 1986.

Text tulisan dalam prasasti itu sebagai berikut:





jika ditulis mendatar menjadi 爪哇耐人口
Berdasarkan penelitian sementara yang dihubungkan dengan data – data sejarah Jawa dapat disimpulkan beberapa kemungkinan :
爪哇 Zhǎo wā ;= Jawa/Pulau jawa
耐 nài= residen/penduduk asli; atau resistant = mampu mentolelir/sabar
人口 rén kǒu population = populasi

dapat diartikan sebagai :
Zhou Hua diucapkan Ja wa mestinya dimaknai orang Jawa atau Kaum Ja wa, Nai bersabarlah, Ren Kuo semuanya atau seluruhnya

Zhou Hua (Ja wa) Nai Ren kuo maknanya Kaum Ja Wa atau orang Ja Wa bersabarlah semuanya atau seluruhnya ....

Lempengan/prasasti ini diperkirakan jaman Ji San Jaya (San Jaya) .. ketika terdesak dalam perang melawan Wangsa Syailendra ..

Referensi: berbagai sumber

Read more »

Prasasti Kuwasen Bertuliskan Huruf China Kuno


Prasasti Kuwasen ditemukan di Desa Kuwasen Jepara, piagam ini berupa batu andesit persegi panjang seperti papan bong dan ditulis dalam aksara china kuno, diperkirakan aksara ini ditulis pada masa kerajaan Kalingga(Ka Ling Guo) atau kerajaan Jepara(Jie Para).

Satu prasasti yang sangat unik. Kenapa sangat unik? , Sebabnya ia ditemukan di Jepara (yang dahulu wilayah Jepara terpisah dari pulau Jawa),namun ditulis dalam aksara China kuno, hal ini jelas sangat berbeda dengan prasasti-prasasti kerajaan-kerajaan jawa yang ditulis dengan aksara brahmi, palawa ataupun jawa kuno.Yang peliknya lagi ia bukan menceritakan tentang kerajaan-kerajaan jawa, tetapi diperkirakan tentang kondisi pemerintahan Kerajaan Kaling atau Jepara.

Selain itu, diwilayah Jepara banyak sekali penemuan-penemuan guci dan koin china kuno, hal ini semakin memperkuat eksistensi kerajaan Ka Ling Guo ataupun Jie Para sebagai kerajaan Jawa yang bercorak/berbudaya tiongkok kuno.

referensi: berbagai sumber

Read more »