Prasasti Keping Tembaga Laguna (Philipina)



Keping Tembaga Laguna (900 M), sebuah pelat tembaga tipis berukuran kurang dari 8 × 12 inci (20 × 30 cm) dengan tulisan kecil yang telah ditempa ke permukaannya. Ini menunjukkan pengaruh budaya India melalui Mataram Kuno yang terdapat di Filipina sebelum era penjajahan Spanyol di abad ke-16.

Prasasti Keping Tembaga Laguna atau Lempeng Tembaga Laguna ditemukan 1989 di Laguna de Bay, Manila, Filipina. Penanggalan yang tertera menunjukkan tahun 822 Saka, atau 21 April, 900. Prasasti ini menggunakan bahasa Melayu Kuna meskipun banyak kata-kata dari bahasa Sanskerta, bahasa Jawa Kuna, dan bahasa Tagalog Kuna, serta ditulis dengan aksara Kawi.
Prasasti Laguna adalah bentuk tertulis yang paling tua dalam sejarah Filipina. Prasasti laguna sendiri ditemukan pada tahun 1989 oleh Alfredo E Evangelista di kawasan Laguna de Bay, di Manila. pada prasasti tersebut berangka tahun 822 Saka, yang bersamaan dengan tanggal 21 April tahun 900 M. Prasati ini ditulis dengan menggunakan menggunakan aksara Kawi, yaitu aksara yang digunakan pada masa Hindu-Buddha di Indonesia, dengan bahasa yang bervariasi antara bahasa Melayu Kuno, beberapa kata yang diduga merupakan diambil dari bahasa Jawa Kuno, dan beberapa kata yang diduga berasal dari bahasa Tagalog Kuno. Prasasti ini, bersama dengan penemuan lain yang diketemukan akhir-akhir ini di negara tersebut seperti Golden Tiara dari Butuan, tembikar dan artifak perhiasan emas dari abad ke-14 yang ditemukan di Cebu, merupakan hal yang sangat penting dalam upaya merevisi sejarah kuno Filipina (900–1521).

~ Penemuan
Pada tahun 1989, penambang pasir yang bekerja di sungai Lumbang di daerah Laguna, Filipina, menemukan gulungan tembaga dengan tulisan-tulisan yang aneh tertera di atasnya. Merasa penemuannya merupakan penemuan yang penting, dia kemuidan menjualnya kepada penjual barang antik di Manila. Penjual barang antik yang membelinya tersebut kemudian menjualnya kembali kepada Alfredo E Evangelista, kepala Divisi Antropologi dari Museum Nasional Filipina, karena tidak ada yang mau membeli benda tersebut.

Tahun berikutnya, artefak tersebut kemudian direstorasi dan dilabeli sebagai Prasasti Tembaga Laguna (Laguna Copperplate Inscription/LCI) oleh Museum Nasional Filipina. Setelah itu, artefak tersebut diteliti oleh Antoon Postma, Antropolog asal Belanda. Antoon Postma dengan bantuan dari ahli naskah Indonesia kuno, Dr. Johann de Casparis, mengenali tulisan yang ada di prasasti berhubungan dengan aksara Indonesia kuno, yaitu aksara Kawi. Dalam proses translasi, Postam menemukan bahwa prasasti itu bertanggalkan 822 Saka, setara dengan tahun 900 pada pertanggalan modern. Pada tahun 1996, Hector Santos, seorang peneliti dari Amerika, menemukan bahwa 21 April tahun 900 M merupakan tanggal pasti prasasti itu dibuat.

~ Pembuatan
Gulungan tembaga ini agak berbeda pembuatannya apabila dibandingkan dengan gulungan tembaga dari Jawa semasanya. Huruf-huruf pada keping Laguna ditatah pada kepingnya langsung, sedangkan di Jawa ditulis pada keping yang dipanaskan dan menjadi lunak.

~ Isi
Isi prasasti ini mengenai pernyataan pembebasan hutang emas terhadap seseorang bernama Namwaran. Di dalamnya juga menyebutkan sejumlah nama tempat di sekitar Filipina (Tondo, Pila, dan Pulilan), serta menyebut nama "Mdan" (kemungkinan besar Kerajaan Medang di Jawa), serta beberapa tempat yang belum bisa dipastikan seperti Dewata. Prasasti ini menjadi petunjuk mengenai adanya pengaruh Kerajaan Medang di Pulau Luzon pada awal abad ke-10. Sekarang dokumen ini tersimpan di Museum Nasional Filipina.

~ Alihaksara
Swasti Shaka warsatita 822 Waisaka masa di(ng) jyotisa. Caturthi Krisnapaksa somawara sana tatkala Dayang Angkatan lawan dengan nya sanak barngaran si Bukah anak da dang Hwan Namwaran dibari waradana wi shuddhapattra ulih sang pamegat senapati di Tundun barja(di) dang Hwan Nayaka tuhan Pailah Jayadewa.
Di krama dang Hwan Namwaran dengan dang kayastha shuddha nu diparlappas hutang da walenda Kati 1 Suwarna 8 di hadapan dang Huwan Nayaka tuhan Puliran Kasumuran.
dang Hwan Nayaka tuhan Pailah barjadi ganashakti. Dang Hwan Nayaka tuhan Binwangan barjadi bishruta tathapi sadana sanak kapawaris ulih sang pamegat dewata [ba]rjadi sang pamegat Medang dari bhaktinda diparhulun sang pamegat.
Ya makanya sadanya anak cucu dang Hwan Namwaran shuddha ya kapawaris dihutang da dang Hwan Namwaran di sang pamegat 'Dewata.
Ini grang syat syapanta ha pashkat ding ari kamudyan ada grang urang barujara welung lappas hutang da dang Hwa ...

~ Terjemahan bebas
Swasti. Tahun Saka 822, bulan Waisakha, menurut penanggalan. Hari keempat setelah bulan mati, Senin. Di saat ini, Dayang Angkatan, dan saudaranya yang bernama si Bukah, anak-anak dari Sang Tuan Namwaran, diberikan sebuah dokumen pengampunan penuh dari Sang Pemegang Pimpinan di Tundun (Tondo sekarang), diwakili oleh Sang Tuan Nayaka dari Pailah (Pila sekarang), Jayadewa.
Atas perintahnya, secara tertulis, Sang Tuan Namwaran telah dimaafkan sepenuhnya dan dibebaskan dari hutang-hutangnya sebanyak satu Katî dan delapan Suwarna di hadapan Sang Tuan Puliran Kasumuran di bawah petunjuk dari Sang Tuan Nayaka di Pailah.
Oleh karena kesetiaannya dalam berbakti, Sang Tuan (Yang Terhormat) yang termasyhur dari Binwangan mengakui semua kerabat Namwaran yang masih hidup, yang telah diklaim oleh Sang Penguasa Dewata, yang diwakili oleh Sang Penguasa Medang.
Ya, oleh sebab itu seluruh anak cucu Sang Tuan Namwaran sudah dimaafkan dari segala hutang Sang Tuan Namwaran kepada Sang penguasa Dewata.
(Pernyataan) ini, dengan demikian, menjelaskan kepada siapa pun setelahnya, bahwa jika di masa depan ada orang yang mengatakan belum bebas hutangnya Sang Tuan ...